Gunung yang terletak dibawah pengawasan administratif tiga kabupaten
ini yaitu, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Kalumpang di
propinsi Sulawesi Barat. Puncak gunung ini juga merupakan puncak
tertinggi dari jejeran pegunungan yang terbesar di pulau Sulawesi yaitu
pegunungan Quarles. Butuh waktu 8 hingga 12 hari untuk mencapai puncak
gunung ini, yang dikarenakan lokasinya yang cukup remote dan susahnya
akses transportasi. Hal ini menyebabkan gunung ini jarang sekali didaki.
Namun keindahan pemandangan dari puncak gunung ini tidak kalah dengan
gunung lainnya. Kondisi hutan yang masih asli, fauna asli pulau Sulawesi
banyak terdapat di gunung ini seperti Anoa dan burung Rangkong. Di
gunung ini juga banyak dijumpai sungai-sungai yang berair jernih.
Ada 10 pos atau lokasi camp yang bisa digunakan selama pendakian di
gunung ini. Lokasi-lokasi tersebut hanya berupa tanah datar. Perjalanan
pendakian dari Pos I hingga Pos V melewati hutan yang masih asli serta
keadaan jalan setapak yang naik turun punggungan bukit. Tidak jarang
pendaki akan menemukan berbagai macam satwa hutan. Dari Pos I hingga Pos
V paling tidak butuh 4 – 5 hari perjalanan (tergantung kecepatan ritme
pendakian anda).
Dan di pos VI barulah kita bisa memandang puncak Gunung Ganda Dewata,
akan tetapi dari Pos VI hingga puncak buth 2 hari perjalanan lagi. Pada
Pos VII terdapat sumber air berupa sungai yang cukup besar dan berair
jernih.
Perjalanan kembali menanjak cukup curam dan licin untuk mencapai Pos
VIII dan hingga Pos IX. Pos XI cocok untuk bermalam sebelum summit
attack ke esokan harinya.
Dari Pos IX menuju puncak jalur pendakiannya melewati jalur yang
banyak ditumbuhi oleh lumut hingga semata kaki, banyak pohon tumbang
karena daerah ini cukup terbuka dan berangin kencang. Ada beberapa
dinding tebing yang longsor. Butuh waktu tempuh sekitar 4 jam dari Pos
IX hingga puncak. Dipuncak Gunung ini terdapat tiang trianggulasi. Dari
puncak gunung ini bisa dinikmati pemadangan indah jejeran pegunungan
Sulawesi seperti pegunungan Latimojong dan gunung Kambuno. GUnung Ganda
Dewata ini memang butuh persiapan yang cukup matang untuk mendakinya,
namun suguhan pemandangan alam yang anda dapat setimpal dengan usaha
yang telah dilakukan.
Perijinan
Untuk perijinan tidak begitu spesifik, para pendaki hendaknya saat
sampai di Mamasa mampir untuk memintah ijin kepada orang atau tokoh adat
yang dituakan disana yaitu Pak Daun. Ada baiknya juga membawa surat
jalan dari organisasi/club atau RT/RW dan surat jalan dari kepolisian
sebagai backup jika diperlukan nantinya.
Mitos Gunung Gandang Dewata.
April 2007, perwira senior POM Kodam VII/Wirabuana Mayor (POM)
Latang, serta dua pegawai sipil Abdul Azis dan A Rifai, juga dilaporkan
hilang, dan hingga kini belum diketahui rimbanya.
Warga setempat
menyebutkan, Gendang Dewata dipenuhi mitos. Jika terdengar suara gendang
dari puncak gunung, berarti orang tersebut sudah hilang dan meninggal.
Misteri
dan “mistisme ekologi” ini akan selalu terjaga kekentalannya oleh para
pengunjung yang hendak mendaki ke Gandang Dewata dan masyarakat setempat
Dusun Rante Pongkok Kabupaten Mamasa.
Mendaki erat kaitannya dengan spritualitas sehingga untuk memahami
kandungan esoterik yang dimiliki oleh Gandang Dewata butuh kejernihan
akal dan pikiran. Gandang Dewata Sendiri jika ditinjau dari sejarah pada
mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi hal tersebut
dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon
ceritanya adalah milik Putri Raja yang kandas di Puncak Gunung Gandang
Dewata. Tapi kini Gandang Dewata telah menjadi tanah tertinggi di
Sulawesi Barat namun sisa-sisa lautan masih kadang kita jumpai.
Penghuninya, sebagaimana Daud, salah seorang tokoh masyarakat Mamasa
yang dikenal sebagai “pakar” mistikus ekologi Gandang Dewata
menyebutkan, masyarakat Rante Pongkok adalah masyarakat yang
mempertahankan hidupnya dari bertani di alur pegunungan Gandang Dewata.
Secara sosiologis, Gandang Dewata telah memiliki hubungan emosional
dengan masyarakat kampung terakhir Desa Rante Pongkok sejak dulu. Untuk
memahami kepercayaan tradisional mistis terhadap keberadaan penghuni di
hutan “perawan” tersebut jika mau jujur, merupakan konsep rumit pada
extra-sensory perception of meta linguistic “metabahasa dalam kepekaan
rasa batin”. Mereka menemukan cara rahasia melalui meta linguistic
system untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di hutan
tersebut.
Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan gendang
yang senantiasa memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan,
serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi
secara etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
Konon, dahulu kala ketika dewa-dewa masih senang turun ke dunia, maka
Hutan Gunung Gandang Dewata adalah tempat pilihannya. Sebagian
masyarakat mempercayai hal tersebut dan kepercayaan itu mungkin timbul
dari apa yang mereka rasakan selama hidup dari sumber hutan.
Gunung Gandang Dewata masih tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dan
turunnya kabut tersebut dipercaya oleh segilintir masyarakat Rante
Pongkok adalah keinginan para penghuninya.
Kepercayaan tersebut jelas sangat berbeda dengan apa yang kita yakini
bahkan keberadaan pengembala anoa yang sampai hari ini belum pernah kita
dengar bahkan kita lihat keberadaannya adalah benar adanya. Entah dari
mana kepercayaan itu muncul. Jelasnya hal tersebut di paparkan oleh Daud
yang juga tak lain adalah juru kunci Gunung Gandang Dewata saat
pengambilan data Gunung Mambulilling di lapangan.
Banyak orang pernah mendengar legenda budaya bangsa maya. Selama ini,
kesan sebagian besar orang terhadap bangsa maya tidak terlepas dari
suasana hutan belantara.
Dimana bangsa maya, yang terlintas dalam benak sejumlah orang adalah
sekelompok mahluk halus yang berada di dalam hutan belantara yang
terpencil dan sepi.
Lalu siapakah bangsa maya penghuni Gunung Gandang Dewata tersebut.
Keberadaan mereka diyakini oleh semua orang sebagai penghuni Gunung
Gandang Dewata yang masih sebangsa dengan manusia. Mereka dari bangsa
maya yang dikenal dengan nama To Membuni.
Diyakini mereka adalah salah satu penghuni Gunung Gandang Dewata yang
ada di dalam hutan, dan beraktivitas dalam hutan belantara. Mereka tidak
banyak bercampur dengan manusia tetapi kadang pula menampakkan dirinya
dan masuk ke dunia manusia.
Setiap alam kehidupan mempunyai urusannya masing-masing mereka tergolong
dalam golongan mahluk-mahluk halus yang asli dan tinggal di dunianya
bersama masyarakat sendiri.
To Membuni adalah sekelompok masyarakat yang tak tampak kasat mata namun
dia dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu.
“Inilah kenyataan misteri yang dikandung oleh Hutan Perawan Gunung
Gandang Dewata dan setiap pendaki yang pernah kesana pasti bisa
merasakan keberadaanya,” ungkap Daud suatau ketika kepada penulis.
To Membuni termasuk mahkluk halus yang hidup di alam demit (salah satu
dari enam alam yang di huni mahluk halus). Bangsa ini memang senang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang hijau dan lebih sejuk
hawanya, rumah-rumah mereka bentuknya sederhana terbuat dari kayu dan
bambu. Mereka seperti manusia hanya bentuk badannya lebih kecil.
Kehidupannya hampir sama seperti kehidupan di dunia manusia, yang
membedakannya adalah tidak adanya sinar terang seperti matahari dalam
lingkungan hidup mereka.
Dalam dunianya mereka merokok. Bahkan rokok yang mereka gunakan sama
seperti di dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam
pakaian yang sama, bahkan mereka mempunyai kota seperti di dunia
manusia. Dan sekali lagi, Ia tak nampak oleh kasat mata.
Begitu banyak cerita yang diungkap oleh masyarakat Rante Pongkok Desa
Tondok Bakaru Mamasa tentang keramatnya Gunung Gandang Dewata yang dapat
membuat bulu kuduk merinding saat mendengarnya. Gunung keramat ini
kemudian kian bertambah misterinya, utamanya saat peristiwa hilangnya
Mayor Latang secara misterius di Alur Pegunungan Gunung Gandang Dewata.
Namun mampukah kita membuktikan kebenaran mitos tersebut. Entahlah.
- See more at:
http://risalk92.blogspot.com/2013/03/mitos-gunung-gandang-dewata-kab-mamasa.html#sthash.8YPHsr3x.dpuf
Misteri
dan “mistisme ekologi” ini akan selalu terjaga kekentalannya oleh para
pengunjung yang hendak mendaki ke Gandang Dewata dan masyarakat setempat
Dusun Rante Pongkok Kabupaten Mamasa.
Mendaki erat kaitannya dengan spritualitas sehingga untuk memahami
kandungan esoterik yang dimiliki oleh Gandang Dewata butuh kejernihan
akal dan pikiran. Gandang Dewata Sendiri jika ditinjau dari sejarah pada
mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi hal tersebut
dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon
ceritanya adalah milik Putri Raja yang kandas di Puncak Gunung Gandang
Dewata. Tapi kini Gandang Dewata telah menjadi tanah tertinggi di
Sulawesi Barat namun sisa-sisa lautan masih kadang kita jumpai.
Penghuninya, sebagaimana Daud, salah seorang tokoh masyarakat Mamasa
yang dikenal sebagai “pakar” mistikus ekologi Gandang Dewata
menyebutkan, masyarakat Rante Pongkok adalah masyarakat yang
mempertahankan hidupnya dari bertani di alur pegunungan Gandang Dewata.
Secara sosiologis, Gandang Dewata telah memiliki hubungan emosional
dengan masyarakat kampung terakhir Desa Rante Pongkok sejak dulu. Untuk
memahami kepercayaan tradisional mistis terhadap keberadaan penghuni di
hutan “perawan” tersebut jika mau jujur, merupakan konsep rumit pada
extra-sensory perception of meta linguistic “metabahasa dalam kepekaan
rasa batin”. Mereka menemukan cara rahasia melalui meta linguistic
system untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di hutan
tersebut.
Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan gendang
yang senantiasa memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan,
serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi
secara etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
Konon, dahulu kala ketika dewa-dewa masih senang turun ke dunia, maka
Hutan Gunung Gandang Dewata adalah tempat pilihannya. Sebagian
masyarakat mempercayai hal tersebut dan kepercayaan itu mungkin timbul
dari apa yang mereka rasakan selama hidup dari sumber hutan.
Gunung Gandang Dewata masih tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dan
turunnya kabut tersebut dipercaya oleh segilintir masyarakat Rante
Pongkok adalah keinginan para penghuninya.
Kepercayaan tersebut jelas sangat berbeda dengan apa yang kita yakini
bahkan keberadaan pengembala anoa yang sampai hari ini belum pernah kita
dengar bahkan kita lihat keberadaannya adalah benar adanya. Entah dari
mana kepercayaan itu muncul. Jelasnya hal tersebut di paparkan oleh Daud
yang juga tak lain adalah juru kunci Gunung Gandang Dewata saat
pengambilan data Gunung Mambulilling di lapangan.
Banyak orang pernah mendengar legenda budaya bangsa maya. Selama ini,
kesan sebagian besar orang terhadap bangsa maya tidak terlepas dari
suasana hutan belantara.
Dimana bangsa maya, yang terlintas dalam benak sejumlah orang adalah
sekelompok mahluk halus yang berada di dalam hutan belantara yang
terpencil dan sepi.
Lalu siapakah bangsa maya penghuni Gunung Gandang Dewata tersebut.
Keberadaan mereka diyakini oleh semua orang sebagai penghuni Gunung
Gandang Dewata yang masih sebangsa dengan manusia. Mereka dari bangsa
maya yang dikenal dengan nama To Membuni.
Diyakini mereka adalah salah satu penghuni Gunung Gandang Dewata yang
ada di dalam hutan, dan beraktivitas dalam hutan belantara. Mereka tidak
banyak bercampur dengan manusia tetapi kadang pula menampakkan dirinya
dan masuk ke dunia manusia.
Setiap alam kehidupan mempunyai urusannya masing-masing mereka tergolong
dalam golongan mahluk-mahluk halus yang asli dan tinggal di dunianya
bersama masyarakat sendiri.
To Membuni adalah sekelompok masyarakat yang tak tampak kasat mata namun
dia dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu.
“Inilah kenyataan misteri yang dikandung oleh Hutan Perawan Gunung
Gandang Dewata dan setiap pendaki yang pernah kesana pasti bisa
merasakan keberadaanya,” ungkap Daud suatau ketika kepada penulis.
To Membuni termasuk mahkluk halus yang hidup di alam demit (salah satu
dari enam alam yang di huni mahluk halus). Bangsa ini memang senang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang hijau dan lebih sejuk
hawanya, rumah-rumah mereka bentuknya sederhana terbuat dari kayu dan
bambu. Mereka seperti manusia hanya bentuk badannya lebih kecil.
Kehidupannya hampir sama seperti kehidupan di dunia manusia, yang
membedakannya adalah tidak adanya sinar terang seperti matahari dalam
lingkungan hidup mereka.
Dalam dunianya mereka merokok. Bahkan rokok yang mereka gunakan sama
seperti di dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam
pakaian yang sama, bahkan mereka mempunyai kota seperti di dunia
manusia. Dan sekali lagi, Ia tak nampak oleh kasat mata.
Begitu banyak cerita yang diungkap oleh masyarakat Rante Pongkok Desa
Tondok Bakaru Mamasa tentang keramatnya Gunung Gandang Dewata yang dapat
membuat bulu kuduk merinding saat mendengarnya. Gunung keramat ini
kemudian kian bertambah misterinya, utamanya saat peristiwa hilangnya
Mayor Latang secara misterius di Alur Pegunungan Gunung Gandang Dewata.
Namun mampukah kita membuktikan kebenaran mitos tersebut. Entahlah.
- See more at:
http://risalk92.blogspot.com/2013/03/mitos-gunung-gandang-dewata-kab-mamasa.html#sthash.8YPHsr3x.dpuf
Misteri
dan “mistisme ekologi” ini akan selalu terjaga kekentalannya oleh para
pengunjung yang hendak mendaki ke Gandang Dewata dan masyarakat setempat
Dusun Rante Pongkok Kabupaten Mamasa.
Mendaki erat kaitannya dengan spritualitas sehingga untuk memahami
kandungan esoterik yang dimiliki oleh Gandang Dewata butuh kejernihan
akal dan pikiran. Gandang Dewata Sendiri jika ditinjau dari sejarah pada
mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi hal tersebut
dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon
ceritanya adalah milik Putri Raja yang kandas di Puncak Gunung Gandang
Dewata. Tapi kini Gandang Dewata telah menjadi tanah tertinggi di
Sulawesi Barat namun sisa-sisa lautan masih kadang kita jumpai.
Penghuninya, sebagaimana Daud, salah seorang tokoh masyarakat Mamasa
yang dikenal sebagai “pakar” mistikus ekologi Gandang Dewata
menyebutkan, masyarakat Rante Pongkok adalah masyarakat yang
mempertahankan hidupnya dari bertani di alur pegunungan Gandang Dewata.
Secara sosiologis, Gandang Dewata telah memiliki hubungan emosional
dengan masyarakat kampung terakhir Desa Rante Pongkok sejak dulu. Untuk
memahami kepercayaan tradisional mistis terhadap keberadaan penghuni di
hutan “perawan” tersebut jika mau jujur, merupakan konsep rumit pada
extra-sensory perception of meta linguistic “metabahasa dalam kepekaan
rasa batin”. Mereka menemukan cara rahasia melalui meta linguistic
system untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di hutan
tersebut.
Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan gendang
yang senantiasa memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan,
serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi
secara etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
Konon, dahulu kala ketika dewa-dewa masih senang turun ke dunia, maka
Hutan Gunung Gandang Dewata adalah tempat pilihannya. Sebagian
masyarakat mempercayai hal tersebut dan kepercayaan itu mungkin timbul
dari apa yang mereka rasakan selama hidup dari sumber hutan.
Gunung Gandang Dewata masih tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dan
turunnya kabut tersebut dipercaya oleh segilintir masyarakat Rante
Pongkok adalah keinginan para penghuninya.
Kepercayaan tersebut jelas sangat berbeda dengan apa yang kita yakini
bahkan keberadaan pengembala anoa yang sampai hari ini belum pernah kita
dengar bahkan kita lihat keberadaannya adalah benar adanya. Entah dari
mana kepercayaan itu muncul. Jelasnya hal tersebut di paparkan oleh Daud
yang juga tak lain adalah juru kunci Gunung Gandang Dewata saat
pengambilan data Gunung Mambulilling di lapangan.
Banyak orang pernah mendengar legenda budaya bangsa maya. Selama ini,
kesan sebagian besar orang terhadap bangsa maya tidak terlepas dari
suasana hutan belantara.
Dimana bangsa maya, yang terlintas dalam benak sejumlah orang adalah
sekelompok mahluk halus yang berada di dalam hutan belantara yang
terpencil dan sepi.
Lalu siapakah bangsa maya penghuni Gunung Gandang Dewata tersebut.
Keberadaan mereka diyakini oleh semua orang sebagai penghuni Gunung
Gandang Dewata yang masih sebangsa dengan manusia. Mereka dari bangsa
maya yang dikenal dengan nama To Membuni.
Diyakini mereka adalah salah satu penghuni Gunung Gandang Dewata yang
ada di dalam hutan, dan beraktivitas dalam hutan belantara. Mereka tidak
banyak bercampur dengan manusia tetapi kadang pula menampakkan dirinya
dan masuk ke dunia manusia.
Setiap alam kehidupan mempunyai urusannya masing-masing mereka tergolong
dalam golongan mahluk-mahluk halus yang asli dan tinggal di dunianya
bersama masyarakat sendiri.
To Membuni adalah sekelompok masyarakat yang tak tampak kasat mata namun
dia dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu.
“Inilah kenyataan misteri yang dikandung oleh Hutan Perawan Gunung
Gandang Dewata dan setiap pendaki yang pernah kesana pasti bisa
merasakan keberadaanya,” ungkap Daud suatau ketika kepada penulis.
To Membuni termasuk mahkluk halus yang hidup di alam demit (salah satu
dari enam alam yang di huni mahluk halus). Bangsa ini memang senang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang hijau dan lebih sejuk
hawanya, rumah-rumah mereka bentuknya sederhana terbuat dari kayu dan
bambu. Mereka seperti manusia hanya bentuk badannya lebih kecil.
Kehidupannya hampir sama seperti kehidupan di dunia manusia, yang
membedakannya adalah tidak adanya sinar terang seperti matahari dalam
lingkungan hidup mereka.
Dalam dunianya mereka merokok. Bahkan rokok yang mereka gunakan sama
seperti di dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam
pakaian yang sama, bahkan mereka mempunyai kota seperti di dunia
manusia. Dan sekali lagi, Ia tak nampak oleh kasat mata.
Begitu banyak cerita yang diungkap oleh masyarakat Rante Pongkok Desa
Tondok Bakaru Mamasa tentang keramatnya Gunung Gandang Dewata yang dapat
membuat bulu kuduk merinding saat mendengarnya. Gunung keramat ini
kemudian kian bertambah misterinya, utamanya saat peristiwa hilangnya
Mayor Latang secara misterius di Alur Pegunungan Gunung Gandang Dewata.
Namun mampukah kita membuktikan kebenaran mitos tersebut. Entahlah.
- See more at:
http://risalk92.blogspot.com/2013/03/mitos-gunung-gandang-dewata-kab-mamasa.html#sthash.8YPHsr3x.dpuf
Itulah sedikit informasi tentang gunung Gandang Dewata satu peribahasa yang harus kita ingat ketika kita mendaki adalah " dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung"
Salam Lestari Saudara Saudaraku.
Baca Artikel Lainnya
DISINI